A. Prestasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Prestasi
belajar tidak dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar
merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari
proses pembelajaran tersebut.
Bagi
seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya
seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang
dialami oleh siswa tersebut.
“Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”
Belajar
dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun
tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan
tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas
(Muhibbidin Syah, 2000:116) antara lain :
a. Perubahan Intensional
Perubahan
dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang
dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari
bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,
kebiasaan dan keterampilan.
b. Perubahan Positif dan aktif
Positif
berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta
sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih
baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi
karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.
c. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan
dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi
siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri
siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut
dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
Berdasarkan
dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan
perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat
yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Pengertian prestasi belajar
Untuk
mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena
memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang
harus dihadapi.
Penilaian
terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia telah
mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
Seperti yang dikatakan oleh Winkel (1997:168) bahwa proses belajar yang
dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan.
Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan
oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh
guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan
yang telah dicapainya dalam belajar.
Sedangkan
Marsun dan Martaniah dalam Sia Tjundjing (2000:71) berpendapat bahwa
prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana
peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti
oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan
baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah
dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil
usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari
kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu
yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan yang
disebut rapor.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
Untuk
meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu
diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang
mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat
untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam
kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.
Untuk
meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor-faktor yang
perlu diperhatikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998 : 233) dan Shertzer
dan Stone (Winkle, 1997 : 591), secara
garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar
dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.:
a. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1). Faktor fisiologis
Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera
Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera
a) Kesehatan badan
Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
b) Pancaindera
Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
2) Faktor psikologis
Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
a) Intelligensi
Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997 :529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .
Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997 :529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .
b) Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan (1997:233) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan (1997:233) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.
c) Motivasi
Menurut Irwanto (1997 : 193) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1991 : 39) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Menurut Irwanto (1997 : 193) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1991 : 39) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :
1). Faktor lingkungan keluarga
a) Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah
b). Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.
c). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
2). Faktor lingkungan sekolah
a). Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar
a). Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar
b). Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas , yang dapat memenihi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas , yang dapat memenihi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.
c). Kurikulum dan metode mengajar
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.
3). Faktor lingkungan masyarakat
a). Sosial budaya
a). Sosial budaya
Pandangan
masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan
pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah
pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung
memandang rendah pekerjaan guru/pengajar
b). Partisipasi terhadap pendidikan
Bila
semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan,
mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada
masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha
memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Raport biasanya menggambil nilai dari angka 1 sampai dengan 10, terutama pada siswa SD sampai SMP,
tetapi dalam kenyataan nilai terendah dalam rapor yaitu 4 dan nilai
tertinggi 9. Nilai-nilai di bawah 5 berarti tidak baik atau buruk,
sedangkan nilai-nilai di atas 5 berarti cukup baik, baik dan sangat
baik.
Dalam
penelitian ini pengukuran prestasi belajar menggunakan penilaian
sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif), yaitu nilai-nilai
raport pada akhir masa semester I.
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian emosi
Kata
emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411)
emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan
biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi
merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Emosi
berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena
emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi
juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)
Beberapa
tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates.
Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci),
Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).
Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear
(ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
f. Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. malu : malu hati, kesal
Seperti
yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu
mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap
stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles
secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar,
tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan
kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki
kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup
kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan
hal itu seringkali terjadi.
2. Pengertian kecerdasan emosional
Istilah
“kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :
“himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah
semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan
tindakan.” (Shapiro, 1998:8).
Kecerdasan
emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap,
dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama
orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan
kecerdasan emosional.
Keterampilan
EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun
keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual
maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh
faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).
Menurut
Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka,
bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan
kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang
korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah
kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu
pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat
untuk menempuh kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2002 : 52).
Dalam
rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi
itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat
suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam
kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri,
ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan
kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta
memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. (Goleman, 2002 : 53).
Berdasarkan
kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman,
200:57) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal
untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada
diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina
hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah
kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan
kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Goleman
mengutip Salovey (2002:58-59) menempatkan menempatkan kecerdasan
pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang
dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan
utama, yaitu :
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali
emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 64) kesadaran diri adalah waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan
dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan
emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan
emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga
tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang
merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi.
Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan
mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002 : 77-78). Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya
serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Presatasi
harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang
positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan
untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman
(2002 :57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,
menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan
empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih
mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang
lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca
perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara
emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka (Goleman,
2002 : 136). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang
tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus
menerus merasa frustasi (Goleman, 2002 : 172). Seseorang yang mampu
membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi.
Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui
emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca
perasaan orang lain.
e. Membina Hubungan
Kemampuan
dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002 :
59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang
lain.
Orang-orang
yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam
bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi
dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya
berkomunikasi (Goleman, 2002 :59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan
disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa
mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa
berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang
dilakukannya.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen utama dan
prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk
mengembangkan instrumen kecerdasan emosional
C. Keterkaitan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa SMP
Di
tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini,
merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan
mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi
belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Banyak
usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar
menjadi yang terbaik seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam
itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun
kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Karena
kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu
untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan
kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan
menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan
menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan
keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia
akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi.
Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan
emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya
untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang
jernih.
Sebuah
laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992)
menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan
fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh
ukuran-ukuran emosional dan sosial : yakni pada diri sendiri dan
mempunyai minat; tahu pola perilaku yang diharapkan orang
lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal;
mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari
bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan
siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut
laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan
emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai
kesulitan-kesulitan kognitif seperti kertidakmampuan belajar). (Goleman,
2002:273).
Penelitian
Walter Mischel (1960) mengenai “marsmallow challenge” di Universitas
Stanford menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda
dorongan hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis
lebih kompeten, lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, seta memiliki
gairah belajar yang lebih tinggi. Mereka memiliki skor yang secara
signifikan lebih tinggi pada tes SAT dibanding dengan anak yang tidak
mampu menunda dorongan hatinya (dalam Goleman, 2002 : 81).
Individu
yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat
menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang
tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik
dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang
lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman,
2001:xvii).
Keterampilan
dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi
membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan
emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila
anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional
akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan
dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri,
sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam
berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari
resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta
seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250).
Dari
uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional
merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh
siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih
baik di sekolah..
D. Hipotesis
1. Hipotesis alternatif (Ha) : “Ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan Prestasi belajar”2. Hipotesis nihil (Ho) : “Tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan Prestasi belajar”
Dalam
metode penelitian ini diuraikan mengenai identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan
metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis
instrumen serta metode analisis data.
A. Identifikasi variabel penelitian
Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1.. Variabel bebas : Kecerdasan Emosional
2. Variabel terikat : Prestasi Belajar
C. Populasi dan metode pengambilan sampel
1. Populasi
populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 111 SMP PONDOK PESANTREN ASSA’DAH tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasi kelas 111 SMP ASSA’DAH sebanyak 145orang.
populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 111 SMP PONDOK PESANTREN ASSA’DAH tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasi kelas 111 SMP ASSA’DAH sebanyak 145orang.
2. Metode Pengambilan Sampel
Mengacu pada tabel Morgan maka diperoleh jumlah sampel sebesar 148 orang. Adapun metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan teknik proporsional random sampling. Menurut Sutrisno Hadi (1996:223) alasan penulis menggunakan random sampling ini adalah memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Selain hal tersebut, Sutrisno Hadi (1996:223) mengatakan suatu cara disebut random apabila peneliti tidak memilih-milih individu yang akan ditugaskan untuk menjadi sampel penelitian. Teknik random sampling yang dipergunakan adalah dengan cara undian. Langkah pertama adalah dengan memberi nomor urut pada masing-masing sampel, setelah membuat nomor yang dimasukkan kedalam gelas yang berlubang kemudian diambil sebanyak 148 kali. Nomor yang keluar dipergunakan sebagai sampel penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan proporsional adalah dimana tiap-tiap sub populasi mendapat bagian atau kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian.
Mengacu pada tabel Morgan maka diperoleh jumlah sampel sebesar 148 orang. Adapun metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan teknik proporsional random sampling. Menurut Sutrisno Hadi (1996:223) alasan penulis menggunakan random sampling ini adalah memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Selain hal tersebut, Sutrisno Hadi (1996:223) mengatakan suatu cara disebut random apabila peneliti tidak memilih-milih individu yang akan ditugaskan untuk menjadi sampel penelitian. Teknik random sampling yang dipergunakan adalah dengan cara undian. Langkah pertama adalah dengan memberi nomor urut pada masing-masing sampel, setelah membuat nomor yang dimasukkan kedalam gelas yang berlubang kemudian diambil sebanyak 148 kali. Nomor yang keluar dipergunakan sebagai sampel penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan proporsional adalah dimana tiap-tiap sub populasi mendapat bagian atau kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian.
Menurut
M. Nasir (1988:360), untuk prosedur pengambilan sampel dengan metode
proporsional random sampling dipergunakan rumus sebagai berikut :
ni =
|
Keterangan : ni : Jumlah sampel per sub populasi
Ni : Total sub populasi
N : Total populasi
n : Besarnya sample
Berdasarkan kriteria sampel di atas maka diperoleh distribusi sampling sebagai berikut :
Kelas
|
2A
|
2B
|
2C
|
2D
|
2E
|
2F
|
Jumlah
|
Populasi
|
40
|
42
|
40
|
38
|
42
|
38
|
240
|
Sampel
|
25
|
26
|
25
|
23
|
26
|
23
|
148
|
D. Metode pengambilan data
Metode
yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode
skala, yaitu suatu metode pengambilan data di mana data-data yang
diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui pernyataan atau pertanyaan
tertulis yang diajukan responden mengenai suatu hal yang disajikan
dalam bentuk suatu daftar pertanyaan (Koentjaraningrat, 1994 : 173).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala kecerdasan emosional dan metode dokumentasi.
1. Skala kecerdasan emosional
Skala
kecerdasan emosional terdiri dari aspek mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain
(empati), bekerjasama dengan orang lain (Goleman, 2002 : 57) yang
berguna untuk mengukur sejauhmana kecerdasan emosional dipahami siswa
kelas 111 SMP ASSA’ADAH Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk Blue Print pada tabel berikut ini :
No
|
Faktor
|
Indikator
|
Nomor Item
|
jumlah
| |||
Favorable
|
Unfavorable
| ||||||
1.
|
Mengenali Emosi Diri
|
a.Mengenali dan memahami emosi diri sendiri
|
1,14,21,25,39
|
6,45,55,65,67
|
10
| ||
b.Memahami penyebab timbulnya emosi
|
2,3,38,46,72
|
28,68,77,83,94
|
10
| ||||
2.
|
Mengelola Emosi
|
a) Mengendalikan
Emosi
|
15,22,34,40,51
|
7,56,62,66,78
|
10
| ||
b) Mengekspresikan emosi dengan tepat
|
4,8,16,47,84
|
29,69,73,79, 89
|
10
| ||||
3
|
Memotivasi diri sendiri
|
a. Optimis
|
5,17,41,87,90
|
35,57,61,95,97
|
10
| ||
b. Dorongan berprestasi
|
9,18,58,74,80
|
26,30,42,48,70
|
10
| ||||
4
|
Mengenali Emosi Orang lain
|
a. Peka terhadap perasaan orang lain
|
10,27,31,52,81
|
19,36,63,85,91
|
10
| ||
b. Mendengarkan masalah orang lain
|
59,75,92,96,98
|
11,23,43,49,100
|
10
| ||||
5
|
Membina Hubungan
|
a. Dapat bekerja sama
|
32,53,71,76,88
|
12,20,37,93,99
|
10
| ||
b. Dapat berkomunikasi.
|
13,24,60,64,86
|
33,44,50,54,82
|
10
| ||||
T O T A L
|
100
|
Skala
kecerdasan emosional disusun dengan menggunakan Skala Likert yang
dimodifikasi yang terdiri dari 4 alternatif jawaban,dengan alasan :
a). Kategori indecisided, yaitu mempunyai arti ganda, bisa juga diartikan netral atau ragu-ragu
b). Dengan tersedianya jawaban di tengah, menimbulkan kecenderungan jawaban di tengah (central tendency effect)
c).
Maksud jawaban dengan empat tingkat kategori untuk melihat
kecenderungan pendapat responden kearah tidak sesuai, sehingga dapat
mengurangi data penelitian yang hilang. (Sutrisno Hadi, 1991 : 19-20).
Sistem penilaian skala dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Item Favorable : sangat setuju (4), , setuju (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1)
b) Item Unfavorable : sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat tidak setuju (4).
2. Metode Dokumentasi
Menurut
Kartini Kartono (1990 : 73) teknik pemeriksaan dokumen adalah
pengumpulan informasi dan data secara langsung sebagai hasil pengumpulan
sendiri. Data yang dikumpulkan tersebut adalah bersifat
orisinil untuk dapat dipergunakan secara langsung. Teknik pemeriksaan
dokumen ini khusus digunakan untuk melakukan pengumpulan data terhadap
prestasi belajar.
Adapun
teknik pengumpulan data terhadap prestasi belajar ini adalah dengan
mengambil data yang sudah tersedia, yaitu nilai IP (indeks prestasi)
pada semester satu sebagai subyek penelitian yang merupakan hasil
penilaian oleh pihak akademis. Data dari prestasi belajar ini
dikumpulkan dengan cara melihat hasil rapor semester I dari seluruh
subyek penelitian. Mata pelajaran kelas 111 yaitu
: Pendidikan Agama PPKN, Bahasa dan Sastra Indonesia., Sejarah Nasional
dan Sejarah Umum, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan,
Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Sosiologi dan Geografi.
Penilaian
prestasi belajar tersebut merupakan hasil evaluasi dari suatu proses
belajar formal yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang
terdiri antara 1 sampai 10. Hasil ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
raport siswa yang diberikan oleh pihak guru dalam setiap masa akhir
tertentu (6 bulan) untuk sekolah lanjutan.
F. Metoda Analisis Data
Analisis
data yang digunakan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional
dengn prestasi belajar adalah dengan menggunakan korelasi product moment
dari Karl Pearson. Cara penghitungannya dibantu dengan menggunakan
program SPSS 11.01 for window.
BAB IV
LAPORAN PELAKSANAAN
No
|
Faktor
|
Indikator
|
Nomor Item
|
jumlah
| |
Favorable
|
Unfavorable
| ||||
1.
|
Mengenali Emosi Diri
|
a.Mengenali dan memahami emosi diri sendiri
|
1*,14,21*,25,39
|
6,45,55,65,67
|
8
|
b.Memahami penyebab timbulnya emosi
|
2,3,38*,46*,72
|
28,68,77,83,94
|
8
| ||
2.
|
Mengelola Emosi
|
a. Mengendalikan
emosi
|
15,22,34,40,51*
|
7,56,62,66,78*
|
8
|
b. Mengekspresikan emosi dengan tepat
|
4,8,16,47*,84*
|
29,69,73,79,89*
|
7
| ||
3
|
Memotivasi diri sendiri
|
a. Optimis
|
5,17,41,87,90
|
35,57,61,95,97
|
10
|
b. Dorongan berprestasi
|
9,18,58,74*,80
|
26,30,42,48,70
|
9
| ||
4
|
Mengenali Emosi Orang lain
|
a. Peka terhadap perasaan orang lain
|
10,27,31,52,81
|
19,36,63,85,91
|
10
|
b. Mendengarkan masalah orang lain
|
59,75,92,96,98*
|
11,23,43*,49,
100
|
8
| ||
5
|
Membina Hubungan
|
a. Dapat bekerja sama
|
32,53,71,76*,88
|
12,20,37,93,99
|
9
|
b. Dapat berkomunikasi.
|
13,24,60*,64,86*
|
33,44,50,54,82
|
8
| ||
T O T A L
|
85
|
*) item yang gugur
Tujuan
diadakan analisis data adalah untuk menguji hipotesa yang diajukan
dalam penelitian ini yaitu melihat ada atau tidaknya hubungan antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas 111 SMP Berdasarkan data yang ada, karena p = 0,002 (<>
BAB V
KESIMPULAN
Adapun
penulisan Bab V ini dimulai dengan rangkuman hasil penelitian,
dilanjutkan dengan Pembahasan serta kesimpulan, dan diakhiri dengan
saran-saran.
A. Rangkuman Hasil Penelitian
Berdasarkan
dari latar belakang penelitian ini dan dari teori yang digunakan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan
prestasi belajar siswa kelas 111 SMP ASSA’ADAH maka dapat dibuktikan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
Melalui
uji statistik yang dilakukan pada dasarnya hasil penelitian sesuai
dengan landasan teori yang digunakan pada penelitian. Diketahui bahwa
setinggi-tingginya IQ menyumbang sekitar 20% bagi kesuksesan seseorang
dan yang 80% sisanya diisi oleh kekuatan lain yang menurut Daniel
Goleman salah satunya adalah kecerdasan emosional seseorang .
Dari
hasil skala kecerdasan emosional dengan pernyataan sebanyak 85 item
yang disusun berdasarkan skala likert yang dimodifikasi dengan
alternatif jawaban yaitu : sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat
tidak setuju. Cara penilaian dengan memberikan nilai antara satu sampai
empat berdasarkan kriteria pernyataan favorabel dan unfavorabel.
Analisis data dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari
Pearson dengan bantuan program SPSS versi 11.01. Penelitian dilakukan di
PONPES ASSA’ADAH Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling cara undian.
Hasil
penelitian dari data analisis korelasi product moment menunjukkan
korelasi (r) sebesar 0,248 dengan p = 0,002, hal ini menunjukkan adanya
korelasi antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar dengan arah
hubungan positif. Artinya, jika kecerdasan emosional tinggi, maka
prestasi belajar tinggi dan sebaliknya.
B. Pembahasan
Berdasarkan analisis data penelitian menunjukkan korelasi (rxy) sebesar 0,248 dengan p = 0.002 <>111 SMP PONPES ASSA’ADAH
Rendahnya
peranan kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar disebabkan oleh
banyaknya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu sendiri.
Prestasi belajar menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti
program balajar dalam waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah
ditentukan. Tes prestasi belajar yang diukur adalah pengetahuan yang
dimiliki siswa (soal hafalan) dan bagaimana menerapkan pengetahuan
tersebut untuk menyelesaikan soal-soal yang ada (soal hitungan, analisis
masalah). Di tingkatSMP, umumnya soal-soal yang diberikan masih pada tingkat kompetensi recall,
tingkat kompetensi aplikasi dan analisis cenderung hanya diterapkan
pada mata pelajaran matematika, fisika dan kimia. Prestasi belajar
biasanya ditunjukkan dalam bentuk huruf atau angka, yang tinggi
rendahnya menunjukkan seberapa jauh siswa telah menguasai bahan yang
telah diberikan, tetapi hal tersebut sudah tidak dapat diterima lagi
karena hasil rapor tidak hanya menunjukkan seberapa jauh siswa telah
menguasai materi pelajaran yang telah diberikan. Presatasi belajar juga
dipengaruhi oleh perilaku siswa, kerajinan dan keterampilan atau sikap
tertentu yang dimiliki siswa tersebut, yang dapat diukur dengan standar
nilai tertentu oleh guru yang bersangkutan agar mendekati nilai
rata-rata.
Perbedaan
budaya dalam pengekspresian emosi dalam suatu negara dengan negara lain
juga dapat berpengaruh terhadap rendahnya kecerdasan emosi seseorang.
Pengekspresian emosi yang dianggap benar di suatu negara mungkin
dianggap tidak benar atau tidak pantas di negara lain. Khususnya di
Asia, orang dianjurkan memendam dan menyembunyikan perasaan negatif.
Dalam penelitian ini, karena belum adanya skala kecerdasan emosional
yang baku di Indonesia, maka penulis berusaha membuat sendiri skala
kecerdasan emosional sebanyak 100 item berdasarkan faktor-faktor yang
diadaptasi dari teori Daniel Goleman yang digunakan di Amerika, yaitu :
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Dari 100 item tersebut ada
15 item yang gugur. Hal tersebut terlihat pada observasi di lapangan,
beberapa subyek merasa kesulitan menentukan pilihan jawaban. mereka
merasa ragu-ragu dalam menetapkan pilihan, sehingga ada yang mengatakan
mengapa tidak ada pilihan ragu-ragu. Serta karena banyaknya jumlah
pernyataan yang harus diisi dalam waktu yang terbatas, merasa bosan
sehingga kurang konsentrasi dalam menjawab walau pada akhirnya mereka
mampu mengisi seluruh pernyataan tersebut.
Selain
itu, beberapa studi juga menegaskan terpisahnya kecerdasan emosional
dari kecerdasan akademis, dan menemukan kecilnya hubungan atau tiadanya
hubungan antara nilai tes prestasi akademis atau IQ dan perasaan
sejahtera emosional seseorang, sebab orang yang mengalami amarah atau
depresi yang hebat masih bisa merasa sejahtera bila mereka mempunyai
kompensasi berupa saat-saat menyenangkan atau membahagiakan (Goleman,
2002 :78). Dari hasil survey besar-besaran di Amerika terhadap orang tua
dan guru menunjukkan bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering
mengalami masalah emosi daripada generasi terdahulu. Rata-rata,
anak-anak sekarang tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah
dan lebih sulit diatur, lebih gugup dan cenderung cemas, lebih impulsif
dan agresif. Hal serupa juga terjadi di negara-negara lain. Menurut Dr.
Thomas Achenbach, psikolog dari University of Vermont yang melakukan
penelitian tersebut di negara lain mengatakan bahwa menurunnya
kemampuan-kemampuan dasar pada anak-anak ini tampaknya bersifat
mendunia. Tanda-tanda paling jelas mengenai penurunan ini terlihat dari
bertambahnya kasus kaum muda yang mengalami masalah-masalah seperti
putus asa terhadap masa depan dan keterkucilan, penyalahgunaan obat
bius, kriminalitas dan kekerasan, depresi atau masalah makan, kehamilan
tidak diinginkan, kenakalan dan putus sekolah (Goleman, 2001 :17).
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa anak yang
mendapatkan pendidikan emosi lebih mampu mengatasi masalah-masalah yang
terjadi disekitar mereka dan mampu memenuhi tuntutan akademis di
sekolah.
Kecerdasan
emosi itu sendiri tidak diajarkan secara khusus di sekolah dan tidak
tercatat dalam dokumen rapor, seperti nilai-nilai pelajaran ataupun
keterampilan lainnya sehingga tidak ada sumbangan secara langsung
terhadap peningkatan prestasi belajar.
C. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan
prestasi belajar pada siswa kelas 111 SMP PONPES ASSADAH.
D. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :
- Untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kecerdasan emosional yang berperan dalam keberhasilan siswa baik di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya, maka disarankan kepada pihak sekolah terutama guru-guru pengajar agar memasukkan unsur-unsur kecerdasan emosioal dalam menyampaikan materi serta melibatkan emosi siswa dalam proses pembelajaran.
- Bagi para meneliti untuk penelitian selanjutnya sebaiknya di dalam pengambilan data tentang prestasi belajar tidak menggunakan seluruh mata pelajaran melainkan difokuskan pada satu atau dua mata pelajaran saja sehingga hasil dari data tersebut sesuai dengan yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar