Kamis, 06 Juni 2013

Budaya Salah Idola

“Jauhilah sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya berlebih-lebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu”(H.R Imam Ahmad , At-tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Abbas r.a)

A. Sikap keliru dan konyol

Berlebihan terhadap idola atau figur tertentu dengan hanya berdasarkan pada hal-hal yang sifatnya duniawi adalah sikap keliru dan konyol. Ironisnya justru itulah realitas yang banyak terjadi dikalangan masyarakt muslim, yang lebih mengenaskan, atas nama kecintaan terhadap tokoh yang diidolakan banyak orang islam yang mengekor meski harus mengorbankan agamanya, melanggar nilai-nilai kesopanan bahkan nilai-nilai keberadaanya sebagai manusia sekalipun.

Kita banyak menyaksikan sikap”Gulluw” (berlebih-lebihan) yang dilakukan orang-orang sekarang terhadap figur yang dihormatinya dan dipujinya, tidak sebatas dalam ucapan dan visi, tetapi secara total ia hibahkan hidupnya untuk figur yang dicntainya itu.
Betapa anak-anak remaja tak peduli walau harus menunda shalat demi “menjagongi” tokoh idolanya dilayar TV. Berapa banyak anak anak-anak muda yang rela berkorban ratusan ribu rupiah, sejumlah energi, bahkan walaupun harus nyawa yang harus dipertaruhkan, mereka persiapkan hanya untuk menyaksikan konser musik yang digelar oleh tokoh yang menjadi idolanya. Padahal untuk sekedar memberikan uang lima ratus saja, saat menjumpai posko-posko penyaluran dana kemanusiaan mereka enggan dengan dalih jatah buat jajan. Merekapun merasa gerah saat harus berdiri khusuk diantara shaf-shaf dalam shalat berjama’ah, menurutnya mendatangi masjid-masjid hanya mengahbiskan energi kalau hanya untuk mengejar pahala sunnah.

Bagi para remaja mungkin saja bsa dimaklumi karena minimnya pengetahuan mereka dan gejolak darah muda yag begitu kuat, namun itu tetap saja harus diluruskan.
Hal yang juga sangat menghawatirkan budaya salah figur yang terjadi dikalangan orang-orang yang mengaku “Tahu banyak tentang agama”. Mereka begitu berlebih-lebihan dalam mengormati orang shalih. Penghormatan secara berlebih-lebihan kepada seseorang bisa berakibat fatal, yakni akan menjerumuskan pada perbuatan syirik , bahkan syirik yang pertama kali terjadi pada jaman Nabi Nuh A.S, ketika itu kaum Nabi Nuh A.S beitu berlebih-lebihan dalam hal menghormati orang-orang shlaih tersebut dikala masih hidup. Tatkala mereka wafat kekaguman itu diwujudkan dengan membuat patung-patung penghormatan ang dinisbatkan dan dinamai dengan orang-orang shalih tersebut, awalnya patung-patung tersebut hanya sebagai sarana untuk mengenang mereka, hingga ketika orang-orang yang membuat patung itutlah meninggal dan ilmu agama mulai dilupakan dilupakan orang, patung-patung itu kemudian disembah dan diiberhalakan.

Dari segi objek yang dihormati yakni orang shalih, apa yang dilakukan kaum nabi Nuh itu sudah benar, mereka tidak memfigurkan ahli maksiat seperti kebanyaka remaja masa kini, yang salah adalah sikap mereka yang berlebih-lebihan (Gulluw) dalam menghormati orang-orang shalih tersebut.

Gelagat pengulangan peristiwa bersejarah itu kini kian menghitam memayungi orang-orang disekeliling kita yang gelap hatinya. Kita mungkin sering menjumpai orang yang ektika hendak pergi keluar kota harus mengunjungi dahulu kuburan syekh fulan agr slamat diperjalanan. Yang lebih konyol lagi sebagian masyarakat kita ada yang mendatangi kuburan seorang syekh yang dianggapnya keramat untuk meminta baokah sebelum ia erangkat naik haji dengan harapan selamat diperjalanan dan menyandang haji mabrur. Padahal nabi Salallahu alaihi wasallam sendiri tidak mau ummatnya melebih-lebihkan dalam hal penghormatan kepadanyawalaupun beliau satu-satunya orang yang ma’sum. Dengan tegas Nabi Salallahu Alaihi wasallam bersabda :

“Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa)Putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah Abdullah wa Rasuluhu (Hamba Allah dan RasulNya). (H.R. Bukhori dan Muslim)

B. Sikap yang Benar

Menjadikan seseorang sebagai figur seharusnya didasar atas upaya membentuk pribadi dan meninggikan potensi dalam berbagai hal yang bias kita lihat dari tokoh yang menjadi figure kita, tentunya tidak semua yang kita lihat dari tokoh idola kita diambil mentah-mentah tanpa ada proses filtrasi, maka memfigurkan dan mencintai seseorang tertentu hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
1. Memfigurkan atas dasar cinta kepada Allah, Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Tali ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”
(H.R. Ibnu Jarir)

2. Memfigurkan kebaikan dan kelebihan yang dimilikinyta tanpa mengagung-agungkan orangnya.

3. Memfigurkan sebatas apa yang mampu meningkatkan potensi dirinyadan menjadikanya lebih cinta dan taat kepada Allah.

4. Menghindari tindakan fanatik atau mengkulturkan orang yang pasti tetap memiliki kekurangfan dan pernah melakukan kesalahan

5. Tidak berlebih-lebihan dalam hal memfigurkan seseorang karena bias jadi setelah tahu sisi buruknya ia tidak akan menerima dan menutup mata atau mungkin malah berbalik akan memakinya dan melupakan sisi baik yang ia miliki.

Semoga kita mampu menjadi lebih baik dengan figure yang kita tiru dan kita jadikan panutan serta dijauhkan dari mengagumi orang-orang yang dapat menjauhkan kita dari Allah dan mementingkan dunia. WALLAHU A’LAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar